Dari limbah bekas bungkusan itu, wanita sederhana yang tinggal di kawasan pisangan barat Ciputat itu bisa menembus pasar ekspor hingga Amerika, Dubai (Uni Emirat Arab), Australia, dan Singapura. Nilai ekspornyapun tidak main-main.
Omset penjualan pebulan dari ekspor tas berbahan bungusan bekas itu ke Singapura dan dubai saja mencapai sekitar Rp30 juta perbulan. Itu baru ke Singapura dan Dubai. Lantas ke Amerika dan Australia?
"Untuk omset ke Amerika dan Australia, tidak perlu di sebutkan angkanya deeh. Malu !" Kata ibu Kasmi seperti di lansir buku "10 pengusaha UKM penggugah inspirasi" Karya Agung budi santoso, dkk. Selain ke luar negri, omset jutaan rupiah juga tercetak dari penjualan di dalam negri. Ibu Kasmi tak menjual tas-tas produknya di sembarang tempat.
Di dalam negri, tas-tasnya 'majeng' di etalase-etalase bergengsi antara lain hero, supermarket, etalase kerajinan tangan di Hotel kristal jakarta, serta 15 toko-toko dan supermarket terkemuka lainnya di jakarta dan sekitarnya.
Suksesnya menjadi wirausahawan unik dengan memafaatkan bungkusan dari limbah plastik sampai memanfaatkan kedutaan besar Amerika serikat di Jakarta. Para istri Dubes dan staf-stafnya sampai penasaran, hingga bertandang ke rumahnya yang berlokasi tak jauh dari gedung universitas islam negsri (UIN) Syarif hidayatullah Ciputat, Tanggerang. Entah sudah berapa penghargaan dia terima dari berbagai departemen dan instansi pemerintahan lantara usahanya yang mendatangkan inspirasi namun juga ramah lingkungan.
"Sayang banget kan, kalau bungkus kopi, bungkus minyak goreng, dan keresek yang kondisinya masih bagus itu cuma jadi tumpukan sampah? Padahal kalau di manfaatkan bisa jadi tas-tas bagus seperti ini ,"ujar ibu kasmi memamerkan tas-tas bikinan dia dengan label The happy Transh Bag.
Yang menarik, usaha kerajinan tas berbahan limbah yang di kelola ibu kasmi tidak semata-mata berorientasi bisnis.Itu berbukti dari kalangan karyawan yang diperkerjakan,semuanya adalah siswa-siswa sekolah luar Biasa (SLB).Ada yang tuna rungu,ada pula tuna wicara,sebagian lainnya adalah karyawan dari kalangan ibu-ibu rumah tangga kurang mampu yang tinggal di sekitar rumahnya."Misi usaha saya semenjak awal memang membuat meraka (siswa-siswa SLB) itu punya jiwa mandiri dengan keterampilan yang meraka miliki,"tuturnya.
Entah sudah berapa kali, Ibu kasmi dihubungi oleh perusahaan-perusahaan produsen bubuk kopi,pasta gigi dan minyak goreng yang menawarinya kerjasama, namun ditolaknya.Wanita gigih ini ditawari pasokan bungkus-bungkus produk-produk mereka yang benar-benar baru dan jelas-jelas kondisinya bersih, tapi semua itu tak membuatnya tergoda."Bagaimana kalau ibu kasmi kami pasok kemasan bungkus yang masih baru dengan harga lebih murah di banding harga pemulung ?"Kata kasmi,menirukan tawaran dari perusahaan terkait.
Namun kasmi selalu menolak secara tegas "Saya selalu memilih membeli bungkus-bungkus bekas kemasan dari para pemulung. biar kondisi bungkusannya agak kotor, dan harus di bersihkan dahulu, tidak masalah. Ya, itu jadi, ini bukan semata-mata bisnis, tetapi juga sosial,"tuturnya.
Pendek kata, usaha Kasmi memang punya misi untuk memperdayakan pemulung, anak-anak pelajar SlB dan wanita dari keluarga miskin.
Karya tangan dingin ibu Kasmi memang menakjubkan. Sebuah produk tas cantik berbahan bekas bungkus kopi bubuk bisa menembus pasar Amerika, Dubai, Singapura, dan Australia dengan harga yang berfariasi, sesuai ukuran. Untuk tas berukuran M misalnya, di bandrol dengan harga Rp75 ribu. Sementara yang ukuran S dijualnya seharga Rp55 ribu. Adapun yang ukuran L di ekspornya seharga Rp85 ribu.
Tentu harga tas-tas itu lebih miring untuk pasaran dalam negri. Produk yang sama dijualnya seharga Rp20 ribu (ukuran S), Rp40 ribu (M), dan Rp50 ribu (L). tentu tas-tas mungil itu cukup mendatangkan keuntungan menarik bila di tilik dari biaya produksinya yang murah meriah. coba bayangkan ! ibu Kasmi membeli bahan baku dari pemulung seharga Rp5 ribu untuk perKG bekas bungkus kopi bubuk.
Sementara dari tiap KG bahan baku dari pemulung itu bisa di jadikan 4 buah tas mungil. Itu artinya, biaya bahan baku untuk tiap tas hanya sebesar Rp1250. Namun masih ada biaya kecil-kecil lain sebasar Rp5 ribu guna membeli pita dan kain tipis untuk pelapisan bagian dalam, yang masing-masing tasnya berbiaya sekitar Rp5 ribu. Singkat cerita, tentang biaya untuk tiap tasnya hanya Rp6250ribu. Diluar biaya itu, masih ada biaya ongkos produksi, yakni gaji perbulan karyawannya yang berjumlah 6 orang. " biaya makan siang anak-anak tentu tidak saya hitung. Wong mereka itu anak-anak (asuh) saya sendiri," ujarnya. Biaya lainnya, tentu komponen ongkos pengiriman. Luar biasa bukan? dari sebuah produk tas berbiaya murah meriah itu menjelma menjadi produk tas yang berkualiatas ekspor sehingga Rp55ribu-85ribu.
Untk mempromosikan produknya, Kasmi rajin mengikuti pameran antara lain pameran di hotel soultan (dulu hotel hilton) Jakarta. Beberapa pameran ekslusif kerap di ikutinya, seperti Australian Woman Association. Selain produk tas, dia juga membuat boneka. Bahkan inovasinya sampai berbentuk dompet dan tas berbahan koran. Melihat animo pasar yang besar, ia kemudian mengganti bahan bakunya dengan kertas yang di alminating."setelah itu, saya berfikir kenapa tidak dari sampah? "belakangan, dia lantas memanfaatkan bekas bungkus mie instan. Itulah kisah wanita inovatif sekaligus penyelamat lingkungan dari pencemaran.
Alamat kontak:
- Ibu Kasmi
- The Happy trans Bag (group of the deaf people)
- UKM pembuatan tas dan boneka berhan bekas seperti saset sabun, bekas kopi bubuk, kantong plastik bekas (shopping bag), bekas kemasan minyak goreng, DLL oleh pelajar sekolah luar biasa (SLB).
Jl.sd inpres Nomer 79 Rt 02 Rw 09 pisangan barat Ciputat.