KLATEN, JAWA TENGAH – Ada yang kerap menyita perhatian tatkala melewati ruas jalan Jogja-Solo, tepatnya di Desa Jambu Kulon, Ceper, Klaten, sejumlah bebek berjajar di pinggir jalan. Bebek-bebek ini bukan sedang diternak. Bebek-bebek ini adalah kerajinan tangan dari akar bambu yang bahan bakunya akar bambu. Dan meski berasal dari pinggir jalan, bebek-bebek itu ternyata diekspor sampai luar negeri. Mbah Wito, sebutan warga kepada wanita itu. Wanita berumur kepala tujuh ini sudah lebih dari 15 tahun menggeluti usaha kerajinan akar bambu sebagai pengrajin. Di usia senjanya ia lebih memilih menjajakan kerajinan buatan anak-anaknya.
Kerajinan tangan dari akar bambu ini, berjajar tepat di pinggir jalan Jogja-Solo. Jumlahnya yang puluhan bahkan ratusan mampu membuatnya nampak seperti bebek-bebek sungguhan. Para pengrajin pun tak sungkan menggelar workshop mereka di sana. Setiap pagi hingga sore, ruas jalan di sana seperti pasar kerajinan akar bambu. Bentuk kerajinan unik tersebut kerap membuat orang berhenti, seperti halnya Yogie, pria asal Solo yang menepi karena tertarik dengan bebek. “Iya, Mas. Bentuknya unik. Ini saya beli kentongan berbentuk bebek ini untuk pajangan di rumah,” ungkapnya.
[caption id="attachment_3807" align="aligncenter" width="472"] images by google image[/caption]
Dipajang di pinggir jalan, kerajinan tangan dari akar bambu ini, kerap mencuri perhatian. Tak jarang mereka yang melintas menepi sejenak untuk menawar dan membeli. Tak hanya dijual di pinggir jalan, kerajinan tangan dari akar bambu ini ternyata sudah melanglang buana hingga ke luar negeri. Para pengrajin kerap mendapat pesanan dari ekportir untuk dibawa ke Eropa. Beberapa dari mereka sudah berhubungan langsung dengan buyer luar negeri.
Salah satu yang hijrah sampai Eropa adalah kerajinan tangan dari akar bambu buatan Bu Wito. Wanita berumur kepala tujuh tersebut membeberkan rahasia kenapa para pengrajin tetap bertahan sampai sekarang. Ternyata pesanan luar negeri tak lantas membuat iri pengrajin lain. Mereka punya pasar masing-masing. Bila pesanan ke luar negeri membludak, para pengrajin akan mengambil dari gudang pengrajin lain. Meski kelihatannya bersaing, nyatanya mereka tetap rukun menyiasati pesanan. Bu Wito sendiri sudah 15 tahun lebih berprofesi menjadi pengrajin akar bambu. Ia sudah banyak merasakan pahitnya dan kini ia tinggal melihat anak-anaknya berkarya. “Saat ini anak saya yang meneruskan di gudang. Saya cukup jualan di rumah ini saja, lebih dingin Mas,” ungkap Bu Wito.
Selain ke luar negeri, kerajinan tangan dari akar bambu ini juga dikirim ke berbagai wilayah di seluruh Indonesia. Peminatnya datang dari Sabang hingga Merauke. Industri tersebut sudah turun tenurun menghidupi warga Desa Jambu Kulon. Para pengrajin akar bambu menggelar lapak di tepi jalan Jogja-Solo. Para pengrajin menggelar lapak mereka di tepi ruas jalan Jogja-Solo, sehingga dapat terlihat langsung oleh pembeli yang melintas. Selain melihat hasil, mereka juga dapat mengamati proses pembuatan.
Desa Jambu Kulon dan desa lain di sekitarnya memang sudah sangat lama terkenal sebagai desanya para pengrajin. Konon tak hanya warga Jambu Kulon yang membuat kerajinan tangan dari akar bambu. Namun karena paling dekat dengan akses jalan, usaha di sana lebih sukses. Sepanjang satu kilometer menyusur Jalan Jogja-Solo, terlihat belasan perajin akar bambu menggelar lapak mereka. Ada yang hanya menjual, ada pula yang pamer proses sejak awal. Untuk satu kerajinan akar bambu tersebut, para pengrajin membandrol puluhan hingga ratusan ribu rupiah tergantung bentuk dan ukurannya.
Budi, pengrajin lain, mengaku bersama tiga karyawannya mampu membuat sekitar 100 kerajinan tangan dari akar bambu dalam sebulan. Karena usahanya terbilang baru, pasarnya pun masih domestik yakni Bali. “Pasarnya lebih besar di Bali. Di sana, bebek-bebek dari Klaten buatan kami jadi oleh-oleh bule,” ungkapnya. Bentuk bebek dipilih ternyata ada alasannya yakni kesesuaian dengan bentuk asli akar bambu yang cenderung melengkung. Sebelum jadi bebek cantik, akar bambu biasanya dibersihkan dahulu kemudian dipotong bagian yang tak diperlukan. Setelah itu, akar bambu dihaluskan menggunakan amplas dan dipasangi kaki serta paruh. Terakhir finishing, yakni pewarnaan dan penghalusan kembali sampai bebek-bebek itu siap dijual.
Budi, tengah menghaluskan paruh bebek yang akan dipasang ke akar bambu. Penghalusan ini penting karena itu dilakukan berkali-kali. Perajin seperti Bu Wito dan Budi jumlahnya ada puluhan di Desa Jambu Kulon dan sekitarnya. Mereka mengamini jumlah mereka semakin hari semakin banyak. Meski jumlahnya meningkat, para pengrajin kadang tetap tak mampu memenuhi pesanan yang datang. Permintaan datang dari dalam dan luar negeri, menandakan peluang bisnis kerajinan ini masih terbuka sangat lebar. Kiprah para pengrajin pun masih terbentang luas di depan. Kini tinggal pandai-pandainya mereka menangkap peluang tersebut.
Demikian artikel yang saya buat.
Semoga bermanfaat.
Terima kasih.