Yap, melalui proses seni, botol-botol bekas itu diubah Sri Ngrejekeni menjadi lampu hias yang cantik nan aduhai. Botol yang tadinya bening, menjadi berwarna warni dan mengkilat. Barang bekas yang tadinya tak bernilai pun, kini banyak sekali diburu orang.
Dulu, hari-hari ibu tiga anak itu dimulai saban subuh. Ia mencari botol-botol bekas dari satu tempat ke tempat lain. Itu sebelum dia punya langganan pengumpul botol bekas yang menyetor padanya. Sekarang, tiap beberapa hari sekali, ia tinggal menunggu setoran botol bekas yang sesuai spesifikasinya.
Proses pemilahan sudah dikerjakan. Sri Ngrejekeni sengaja menggunakan botol-botol tebal agar nantinya tak meleleh terkena panasnya bohlam lampu. Botol-botol itu ia cuci, kemudian digambar sesuai pola lampu yang diinginkan.
Setelah itu, botol dipotong dan diwarnai seindah mungkin. Botol harus dijemur diterik matahari dulu agar cat tersebut menempel seutuhnya. Setelah beberapa jam, barulah proses menghias lampu dikerjakan. Sri Ngrejekni menggunakan gliter dan broklat untuk mempercantiknya. Gliter agar terlihat mengkilat dan broklat untuk memberi aksen khusus seperti bunga-bunga.
Pada proses ini, dibutuhkan ketrampilan dan ketelatenan. “Saya bagi tugas dengan suami, saya yang mengurus botolnya, suami nanti yang mengerjakan urusan bohlam dan listrik. Dua-duanya sulit, sama-sama butuh ketelatenan,” ungkap Sri saat ditemui di garasi seninya di Dukuh Kelipan, Gagak Sipat, Ngemplak, Boyolali, Selasa (18/10/2016).
Pasangan suami istri itu dapat membuat puluhan lampu hias dalam sehari. Mereka menjualnya dengan kisaran harga belasan hingga ratusan ribu rupiah, tergantung ukuran dan rumitnya pekerjaan. Omzet usaha lampu hias itu pun ditaksir bisa hingga belasan juta hingga sebulan.
Ide Cemerlang Melihat Botol Bekas
Tangan Sri Ngrejekeni masih lincah meski garis-garis tegas sudah menghiasinya. Tangan itu memutar melilitkan broklat menggunakan lem khusus yang sebentar-sebentar berhenti untuk mengeceknya. Sang suami masih di luar, tengah asyik bermain dengan pewarna. Bermodalkan kain menutup wajah, ia putar botol ditangannya dan menyemprotkan pewarna dengan seksama.
Kerja sama indah itu berawal saat sang istri melihat sejumlah botol bekas banyak berserakan di sepanjang jalan pulang kerja. Ia pun prihatin dan mulai berpikir cara untuk membuatnya berharga. Awalnya Sri dan sang suami membuat kerajinan lain seperti gelas, vas bunga, tirai, dan lainnya.
Karena kurang diminati pasar, Sri pun mencari ide untuk produk botol bekasnya. Iseng-iseng ia menggunting botol dan berpikir mungkin bisa dijadikan lampu hias. “Idenya sederhana dan ada di sekitar kita. Kadang masih sedih kalau ada orang membuang sampah sembarangan,” katanya.
Lampu hias buatan mereka tak lantas serapi sekarang. Mereka pun bereksperimen dengan beberapa jenis botol dan menjajal berkali-kali sembari belajar secara otodidak. Sampai saat ini, sudah ada puluhan bentuk dan jenis lampu hias berbahan botol bekas. Ia pun menambahkan jenis lain seperti teplok dan menamai usaha kreasinya itu dengan nama Astoprigel.
Astoprigel pun Melanglang Buana
Kiprah usaha lampu hias dari botol bekas Astoprigel dimulai di kawasan Ngarsopuro. Mulai tahun 2008 Pemerintah Kota Solo merubah kawasan Ngarsopuro menjadi pasar rakyat setiap malam minggu. Ialah Night Market Ngarsopuro.
Sri Ngrejekeni merupakan salah satu penghuni pertama pasar rakyat tersebut. Selama bertahun-tahun, dia mampu menjual puluhan lampu di sana. Pembelinya pun tak hanya warga Kota Solo, namun juga warga kota lain dan bahkan wisatawan asing yang tengah singgah di Solo. “Night Market Ngarsopuro lama-lama terkenal. Karena banyak orang berkunjung, penghasilan di sana pernah mencapai satu juta lebih semalam,” ungkapnya senang.
Selain itu, Sri dan suami juga sudah menjual kreasinya secara online. Ia mengaku sambutannya sangat bagus dan pasti ada saja yang memesan tiap harinya. Mereka berharap usaha lampu hias ini juga mampu menjadi inspirasi, tak hanya soal membuat usaha kecil, namun juga melestarikan lingkungan dengan tak membuang sampah sembarangan.
Sumber : http://bisnisukm.com