Sabtu, 09 Desember 2017

Ketidaklaziman justru bisa menjadi peluang usaha, kisah kerajinan biji jenitri Magelang

Gunung sumbing adalah gunung tertinggi ketiga di Pulau Jawa setelah Gunung Semeru dan Gunung Slamet. Gunung ini secara administratif terletak di tiga wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Magelang; Kabupaten Temanggung; dan Kabupaten Wonosobo. Pedesaan di wilayah kaki gunung tersebut biasanya menjadi lahan perkebunan atau pertanian yang subur dan banyak di manfaatkan oleh warga yang menempati area tersebut.


Dengan di tunjang subur dan indahnya wilayah kaki gunung, di desa Banyuwangi, kecamatan Bandongan kabupaten Magelang ini sebagian besar warganya memiliki mata pencaharian sebagai petani atau pekebun. Namun ada satu jenis pekerjaan yang ternyata justru menjadi lahan penghidupan yang sama sekali tidak berhubungan dengan kondisi alam wilayah tersebut, yaitu menjadi pengrajin kerajinan biji jenitri.


Sebenarnya biji jenitri yang di jadikan bahan baku kerajinan tersebut tidak umum dikenal di wilayah tersebut, biji jenitri banyak ditemukan di Sumatera, Ambon, Sulawesi, Papua dan Kalimantan. Menurut pengrajin kerajinan biji jenitri Magelang bernama Imam Suhadak ini, justru karena belum dianggap umum akhirnya dianggap sebagai celah peluang produksi kerajinan.




Meski kerajinan jenis tersebut adalah minoritas di wilayahnya, pada perkembangannya kerajinan biji jenitri Magelang tersebut malah mampu menjadi penghidupan yang layak dan bahkan menyediakan penghidupan yang layak untuk warga sekitar.



[caption id="" align="aligncenter" width="700"]kerajinan biji jenitri berbentuk karpet kerajinan biji jenitri berbentuk karpet[/caption]

Di tangan Suhadak, biji-bijian berwarna cokelat kasar itu dibuat beragam kerajian menarik seperti tasbih atau Mala Buddha, kalung, gelang, bantalan jok mobil, bola pijatan hingga topi menyerupai bagian kepala arca Sidharta Gautama. Sejak dulu, Suhadak memang menyukai dunia desain sehingga tidak heran jika dia pun cukup mahir merangkai biji-biji dengan arsitektur alami itu menjadi kerajian yang unik dan mempunyai nilai jual tinggi.


Ia tidak menyangka, setelah diperkenalkan ke pasaran, banyak yang menyukai kerajinan hasil karyanya. Tidak tanggung-tanggung, topi Gajah Mada banyak disukai oleh orang-orang luar negeri seperti Tiongkok dan Nepal. Sedangkan Mala Buddha yang berisi 108 biji jenitri itu laris manis di negara Tiongkok, Hongkong, Korea, Jepang hingga Australia.


Menurut Suhadak, kerajinan biji jenitri magelang, khususnya Mala, banyak dipakai untuk ritual ibadah umat Buddha. Namun, tidak sedikit pula yang mengenakan kerajinan ini untuk keperluan fashion, seperti di negara Hongkong dan Korea.




[caption id="" align="aligncenter" width="700"]kalung dari biji jenitri kalung dari biji jenitri[/caption]

Harga yang kenakan untuk setiap produknya bervariasi. Misalnya, harga kalung atau tasbih Rp 25.000 per buah, bola pijat Rp 20.000, bantalan jok mobil antara Rp 500.000 - Rp 1 juta, paling mahal mahkota Gajah Mada yang berbentuk seperti stupa candi Borobudur ini berkisar antara Rp 1 juta - Rp 5 juta per buah.


[xyz-ihs snippet="Kerajinan-Indonesia"]

Disqus Comments