Kamis, 13 Juli 2017

Kain Kulit Kayu, Peninggalan Sejarah yang Setia Menemani Adat Donggala

Donggala - Di dalam khazanah Indonesia sejak jaman dahulu, pada masa yang jauh sebelum di kenal luasnya teknik penenunan kain, masyarakat indonesia menggunakan kulit kayu sebagai bahan pembuat kain untuk pelindung tubuh.

Menurut Suwarti Kartiwa, penulis sejumlah buku tentang kain tradisional Indonesia, proses ini sudah berlangsung sejak masa prasejarah, seiring dengan ketrampilan nenek mengenal teknik membuat peralatan dari tanah liat (tembikar).

Untuk daerah Jawa dan Bali, dikenal juga kain yang terbuat dari kulit kayu. Akan tetapi penggunaan kain kulit kayu di pulau tersebut memiliki konteks yang berbeda, di Jawa, kain kulit kayu di gunakan sebagai bahan untuk membuat wayang Beber. Dan untuk penggunaan di pulau bali, kain kulit kayu lebih di kenal fungsinya sebagai media lukis dari berbagai figur mitologi dan legenda dalam cerita wayang untuk kemudian di gantung di tempat tempat pelaksanaan ritual adat setempat.

Di wilayah Sulawesi, kain kulit kayu memiliki banyak nama. Disebut ivo dan kumpe oleh masyarakat di daerah Pandere dan Kulawi; ranta oleh masyarakat Bada; dan inodo oleh masyarakat Besoa.

Namun, secara umum masyarakat Donggala menyebutnya kain vuya . Kain ini merupakan saksi bisu perjalanan tradisi berpakaian masyarakat Donggala. Konon, kain unik ini telah dibuat dan digunakan oleh masyarakat Donggala sejak ratusan tahun lalu baik untuk bahan pakaian sehari-hari seperti baju, celana, rok dan ikat kepala, maupun untuk digunakan dalam upacara adat, seperti upacara musim panen atau upacara duka cita.

Bahkan, sebelum dikenal kain buatan pabrik, kain ini juga digunakan sebagai kafan (pembungkus mayat) bagi para bangsawan dan tetua adat Donggala yang meninggal dunia.

Saat ini di wilayah Sulawesi masih di produksi kain kulit kayu, meski penggunaannya semakin menyempit, yaitu hanya menjadi terbatas pada Upacara adat dan sebagai cinderamata buruan kolektor.

Kerajinan kain kulit kayu sendiri telah di kembangkan menjadi berbagai macam model pakaian, Ada toradau ( sejenis blus tradisional yang di gunakan untuk menyambut tamu kehormatan), Vuya (dipakai pada upacara penyembuhan penyakit/Balia).

Ada pula Siga (digunakan sebagai destar pada semua upacara adat) dan Vini (rok untuk pengantin perempuan atau penyambutan tamu). Harga yang di kenakan oleh pengrajin juga masih subjektif, meski kisaran yang biasa di jumpai adalah kurang lebih Rp 300.000 per lembarnya.
Disqus Comments