Batik yang pada masa lalu selalu di asosiasikan dengan pusat Batik di pulau Jawa dengan berbagai ciri khasnya. Meski demikian, di pulau-pulau lain di luar Pulau Jawa, ternyata banyak daerah yang memiliki batik daerah masing-masing. Seperti di antaranya adalah Kalimantan (Banjarmasin) dengan Sasirangan nya yang berwarna cerah, Papua dengan Batik Papua nya yang bercorak tifa atau burung cendrawasih, Kendari dengan Kain Tolaki nya.
Tak banyak yang mengetahui, jika ternyata Lampung juga memiliki batik dengan corak khas tersendiri. Proses panjang perkembangan Batik Lampung dimulai pada tahun 1970-an yang dipelopori oleh Andrean Sangaji (seorang budayawan Lampung). Motif dari Batik Lampung memiliki keunikan tersendiri yang membuatnya berbeda dengan motif wilayah lain yang ada di Indonesia.
Keunikan Batik Lampung antara lain adalah dari motif yang sangat dipengaruhi oleh kebudayaan India, motif Buddha sangat kental di dalamnya. Diantara berbagai motif yang umum di terapkan dan di kenal dalam Batik Lampung, Motif yang paling terkenal adalah motif perahu dan pohon hayat atau pohon kehidupan. Dua motif ini menjadi ciri khas bagi kebudayaan Lampung di mata dunia internasional.
Seiring dengan kemajuan jaman, terjadi pergeseran dari Budaya lama menuju generasi budaya yang lebih modern. Perkembangan baik dari segi teknik, desain dan keseluruhan proses pembuatan dari Batik Lampung. Dengan seiring munculnya budaya baru tersebut, kini muncul berbagai gaya Batik kontemporer dengan tetap mengangkat ciri dan makna dari kebudayaan Lampung itu sendiri.
Selain motif kontemporer, motif tradisional dari Batik Lampung yang masih bertahan adalah motif Sembagi yang sekarang ini telah di adopsi menjadi kain adat. Ciri khas motif tersebut adalah gambar bunga kaca piring, sepedundung dan lain lainnya yang merupakan motif hasil adopsi masyarakat Lampung.
Sempat terjadi polemik tentang kain motif sembagi yang dianggap bukan sebagai Batik lampung, kain sembagi disebut tidak ada bedanya dengan batik di Jawa, yang juga disebut serasah atau kumitir. Kain bermotif geometris ini mulai dipopulerkan di Sumatera Selatan pada abad ke-15 yang pada masa itu pemasarannya dimonopoli oleh VOC (De Vereenigde Oost Indische Companie).
Polemik ini adalah hal yang harus di selesaikan dengan duduk bersama dengan mencari bukti dan literatur yang relevan, demi perkembangan dan masa depan kain Batik Lampung yang seindah bentuknya.