Sabtu, 16 Desember 2017

Payung Geulis nan Elok dan Menawan

Pada Perhelatan Festival Payung Indonesia tahun 2015 yang digelar September lalu, payung geulis dari Tasikmalaya ikut memikat mata para pengunjung. Payung yang terbuat dari bahan kertas dan kain ini tampil dengan motif dan warna-warni yang sangat menarik. Ada dua motif payung geulis yang dikenal, yaitu motif hias geometris berbentuk bangunan yang lebih menonjol seperti garis halus, lengkung dan patah-patah, serta motif hias non geometris yang diambil dari bentuk alam seperti manusia, hewan dan tanaman.

Payung Geulis merupakan ikon dari Kota Tasikmalaya yang keberadaannya cukup langka. Hal ini disebabkan para pengrajin payung geulis umumnya adalah para orang tua yang menguasai seni pembuatan payung geulis secara turun temurun. Sangat sedikit pengrajin yang masih menekuni usaha pembuatan payung ini. Di Panyingkiran, Indihiang, Tasikmalaya, hanya tersisa empat unit usaha kerajinan payung geulis.

Payung geulis rangkanya terbuat dari bambu. Setelah dirangkai dan dipasangi kain dan kertas, ujung payung dirapikan dengan menggunakan kanji. Agar menarik, rangka bagian dalam diberi benang warna–warni. Proses pembuatan payung ini bergantung pada sinar matahari, karena setelah diberi kanji, payung dijemur hingga keras. Payung kemudian diberi warna, serta dilukis dengan corak bunga.

Dulu, pada masa penjajahan Belanda sekitar tahun 1926 payung geulis dipakai oleh none–none Belanda. Payung yang terbuat dari bahan kertas dan kain ini, mengalami masa kejayaan pada tahun 1955 sampai 1968. Namun pada tahun 1968 ketika pemerintah menganut politik ekonomi terbuka, payung buatan pabrikan dari luar negeri masuk ke Indonesia sehingga usaha kerajinan payung geulis di Tasikmalaya mengalami masa surut. Hingga pada tahun 1980-an, beberapa pengrajin mulai membuka kembali usaha pembuatan payung untuk pesanan dalam skala kecil.

Pada tahun 2013, payung geulis mulai diekspor ke mancanegara. Jerman adalah salah satu negara peminat kerajinan payung geulis dari Tasikmalaya. Namun, para pengrajin di sentra produksi payung geulis di Indihiang, Tasikmalaya hanya mampu mengekspor sekitar 60 payung besar setiap bulannya yang diberi harga Rp.400.000 sampai Rp.700.000. Pengrajin tidak mampu memenuhi permintaan kebutuhan yang mencapai ratusan payung geulis setiap bulan karena keterbatasan bahan baku rangka. Saat itu hanya ada dua ahli pembuat rangka payung tradisional dari bambu di Tasikmalaya.

Saat ini, permintaan pasokan payung geulis datang dari beberapa kota di dalam negeri seperti Jakarta, Bandung, Bali, Surabaya dan Yogyakarta. Sementara untuk permintaan ekspor datang dari Negara Malaysia, Jerman, Singapura dan Brazil.

[xyz-ihs snippet="Kerajinan-Indonesia"]

Disqus Comments