Dan, bukan hanya masyarakat kita saja yang mengagumi kerajinan Indonesia, tetapi sejak lama kerajinan asli Indonesia punya banyak penggemar di luar negeri.
I Made Kanan Jaya, pemilik Ayu & Bagus Collection di Bali, bilang bahwa produk kerajinan Indonesia tetap punya pasar yang bagus di berbagai negara, khususnya Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang. Banyak sekali produsen kerajinan kita yang berhasil meraup keuntungan besar dari hasil ekspor produk ini.
"Beberapa produk kerajinan tangan yang populer di pasar luar negeri ialah kerajinan berbahan dasar serat, kerang, anyaman bambu, kayu, modifikasi batik, keramik, dan batu alam" kata Made.
Potensi yang besar inilah yang dilirik oleh Manampin Girsang, pemilik Gabe Handicrafts di Jepara, Jawa Tengah. Manampin sudah mengecap asam garam menjadi eksportir sejak tahun 1990-an, dan dimulai dengan mengekspor kerajinan mebel.
Tapi, berkat kelihaian dalam berbisnis, produk ekspornya pun melebar hingga kerajinan tangan.
Cuma awalnya, Manampin tergolong beruntung karena bertemu dengan pengusaha asal Italia di Bali. Dari situ, ia rajin menjadi pedagang pengumpul alias pengepul.
Pria yang akrab disapa Pipin ini pun mencari produk-produk yang cocok dijual untuk pasar Italia atau negara lain. Produk ekspor utamanya ialah mebel antik.
Enggak tanggung-tanggung, Pipin rela berburu mebel antik ke daerah Madura dan Jepara. Setelah mendapat mebel antik, ia tidak langsung menjualnya.
Agar nilai jualnya bertambah, terkadang dia harus memoles, mengecat, serta memperbaiki mebel antik tersebut. Dari penjualan mebel antik, Pipin mendapat jatah 10% dari harga jual.
Cari pasar baru
Peran sebagai pengepul dijalani Pipin selama hampir 10 tahun. Lantas, dia pun berusaha mencari pasar sendiri sehingga tak perlu bergantung kepada orang lain.
Awalnya, ia membuat situs untuk mempromosikan produk mebelnya. Ia juga memasarkan produknya lewat situs Alibaba. "Semakin banyak yang kenal dengan produk-produk saya," kata Pipin.
Berbagai seni kriya dipasarkan Pipin, mulai tempat lilin, tempat tisu, asbak, cermin koran, kerajinan lidi, hingga kerajinan rotan dengan harga yang beragam.
Tapi, tidak semuanya ia kirim ke luar negeri. Ada juga kerajinan yang dia lego di dalam negeri. Namun, harga jual di luar negeri bisa sampai dua kali lipat dari dalam negeri.
Menurut Pipin, dirinya tidak sengaja mengekspor produk seni kriya. Maklum, para pembeli sudah mengenalnya sebagai eksportir mebel.
Hanya, untuk mendongkrak penghasilan, akhirnya ia mulai menawarkan produk seni kriya. Caranya, dengan mengiming-imingi produk yang ditawarkannya bisa diselipkan dalam mebel yang dibeli.
Dus, pembeli tak perlu keluar uang lebih untuk proses pengiriman barang. "Saya jualan dengan gimmick seperti itu, lalu mereka tertarik," ungkapnya.
Bahkan, Pipin menambahkan, laba dari penjualan produk seni kriya bisa membayar biaya pengiriman mebel ke negara yang dituju. Dengan cara ini, ia rutin mengirimkan produk seni kriya dengan tujuan utama ke Yunani, Spanyol, Meksiko, dan Amerika Serikat.
Beberapa tahun terakhir, dia juga kerap mengirimkan produk ke negara-negara di Asia seperti Jepang. Tiap kali pengiriman Pipin bisa meraup pemasukan hingga Rp 300 juta untuk satu kontainer dengan ukuran 70 meter kubik.
Sementara Made memberi banderol harga produk kerajinan tangannya berkisar US$ 5 hingga US$ 100 per item. Ia mengklaim, dalam sebulan bisa menjual lebih dari 100 produk.
Yang paling banyak diminati pasar ekspor ialah aksesoris kerang. "Untuk lampu kreasi kerang bisa terjual dua hingga lima item per bulan, dengan harga mulai dari US$ 20 sampai US$ 100," Ungkap Made.
Sebagian besar produk seni kriya diekspor Made ke Singapura, Malaysia, Jepang, China, Amerika Serikat, dan beberapa negara Eropa. Kerajinan kerang buatannya yang diproduksi di Denpasar punya banyak pembeli di luar negeri lantaran memiliki keunikan bentuk dan arsitektur.
Rupanya pun bermacam-macam, seperti tempat sabun, kotak tisu, lampion, kalung, gelang, dan cincin. Dari usahanya, Made bisa meraup omzet puluhan juta rupiah per bulan.
Namun, dua tahun belakangan ekspor produk seni kriya tidak bertumbuh. Penyebab utamanya adalah ekonomi global yang kian lesu. Apalagi, kerajinan bukanlah kebutuhan primer. Daya beli pembeli di Eropa khususnya terus melemah.
Untuk menyiasati hal ini, Pipin gencar mencari peluang bisnis di negara lain. Ia juga menawarkan potongan harga kepada klien reguler.
Kurs mata uang juga disiasati untuk menarik pembeli. Sejauh ini kebanyakan pembeli melakukan transaksi dengan mata uang dollar Amerika Serikat. Tapi, "Saya antisipasi dengan cara diskon 30% nilai kurs pada saat pemesanan, bukan saat pengiriman produk," terangnya.