Pria yang akan genap berusia 77 tahun pada 9 Maret 2017 ini, begitu antusias menceritakan perjalanan hidupnya yang tak pernah lepas dari dunia seni. seperti yang kami kutip dari detik.com
Wayang karton ini seolah menjadi cermin kecintaan Mbah Tertib pada seni di usia senjanya. Di atas meja kayu tua sederhana yang dilapisi selembar koran penuh dengan noda cat, tangan telaten Mbah Tertib menghasilkan karya-karya yang mempesona.
"Awalnya karena saya sudah nganggur, karena usia sudah tidak bisa lagi beraktivitas seperti dulu. Terus diajak pameran wayang karton di Pasar Kangen 2010," tuturnya.
Sejak kecil, Tertib tak pernah lepas dari dunia seni. Ayahnya yang juga seorang perajin wayang membuat Tertib kecil mahir membuat wayang dari daun pandan. "Dulu anak desa, kalau pulang ngarit bikin mainan sendiri, wayang dari daun pandan berduri," kata Tertib.
Lulus dari Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI), Tertib kala itu meneruskan pendidikan seninya di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) atau saat ini disebut Institut Seni Indonesia (ISI).
Namun di tengah masa studinya, Tertib bergabung dengan Bengkel Teater bersama WS Rendra.
"Ya karena ikut teater, sampai ke mana-mana akhirnya sekolahnya tidak rampung. Tapi saya dapat banyak sekali dari Bengkel Teater," kenangnya.
Tak hanya berperan, di dunia teater, Tertib juga sering mendapat tugas sebagai property man hingga mengurus kostum para aktor.
Bahkan nama 'Tertib' diperolehnya dari WS Rendra sebagai nama panggung. Hingga saat ini dia lebih dikenal dengan nama itu daripada nama aslinya, Suratmo.
"Latihan drama itu latihan semuanya, keberanian, rasa seni, imajinasi, dan bersandiwara. Hidup ini adalah sandiwara itu (sendiri)," ujar Tertib.
Meski tak lagi muda, Tertib masih beberapa kali terlibat dalam pentas teater. Mulai dari teater di kampungnya hingga menjadi pelatih sejumlah sanggar teater di Yogyakarta.
Pementasan terakhir yang diikutinya adalah pentas teater berjudul 'Teater Rondjeng' pada 2014.
Membuat wayang karton yang ditekuni Tertib hingga saat ini, menurutnya, merupakan bentuk eksistensi dirinya sebagai seniman.
"Ini yang bisa saya lakukan agar bisa menjadi orang yang berguna. Memang usia saya, fisik saya, tidak sama lagi seperti dulu, saya lakukan sesuai dengan kemampuan," katanya.
Semangatnya yang masih menyala, diakuinya, tak lagi cukup di usianya saat ini. Matanya tak lagi seawas dulu dan tubuhnya mudah kepanasan jika siang.
"Jadi saya sesuai dengan kondisi saja, sesuai mood bikinnya," ujar Tertib sambil tersenyum ramah.
Pilihannya jatuh pada karton karena alasan sederhana.
"Ya adanya karton, tidak ada modal. Jadi saya pilih karton. Ada 4 jenis ketebalannya. Kalau yang kecil-kecil begini pakai yang paling tipis, tapi dirangkap dua," terang Tertib.
Meski terbuat dari karton, detail wayang bisa dibuat dengan standar wayang kulit. Justru tantangan dalam proses menatah atau mengukir menjadi lebih sulit karena karton bisa hancur jika tak diperlakukan dengan hati-hati.
"Menatahnya harus sangat hati-hati, kalau tidak bisa hancur (kartonnya)," tuturnya.
Sumber : detik.com