Salah satu anak muda kreatif asal Bandung, menghasilkan karya unik berupa jam tangan kayu "Matoa", satu-satunya di Indonesia. Dengan membawa konsep menggabungkan gaya khas Indonesia dengan urban fashion, ide unik dan tak biasa ini akhirnya menjadi sebuah aksesoris keren yang telah dipilih oleh banyak orang untuk melengkapi penampilan mereka. Lewat tangan dingin sang pemilik, kayu-kayu mentah ini bertransformasi menjadi jam tangan eksklusif yang ramah lingkungan dan pada akhirnya menjadikan Matoa sebagai salah satu brand lokal yang mengawangi pembuatan jam tangan berbahan dasar kayu.
Nama Matoa sendiri ternyata terinspirasi dari jenis pohon Matoa yang tumbuh di daratan Papua, di mana pohon ini dikenal mampu tumbuh semakin tinggi, besar dan kokoh meskipun melewati beragam musim.
Terdapat 4 pilihan desain yang tentu saja sesuai dengan karakter pemakainya dan suasana. Yaitu, ‘Karo’ untuk Anda yang kasual dan formal; ‘Sumba’ dengan gaya chic dan eksotis; ‘Rote’ dengan kemewahannya dan ‘Flores’ yang simple, clean, and attractive.
Berbahan baku dari kayu berkualitas tinggi yaitu kayu sonokeling dari Indonesia dan maple dari Kanada menjamin kualitas yang prima. Tekstur halus, tahan terhadap benturan dan tekanan yang cukup tinggi serta terpaan air hujan. Saat ini pemasaran jam tangan kayu Matoa masih dilakukan via online dan pameran.
Awal Mula
Lucky memperkenalkan jam kayunya kepada sejumlah investor asal Amerika di Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta pada Kamis (3/10/2013) lalu. Duta besar Indonesia untuk Amerika Serikat (AS), Dino Patti Djalal yang melakukan hal tersebut.
Dino menceritakan asal mula dan alasan mengenalkan pengusaha tersebut. Ternyata ini bermula saat Dino membeli sebuah jam kayu dari Hawai seharga US$ 200. Selain takjub dengan jam tersebut, dia melihat ada potensi besar yang bisa diraup Indonesia dengan kemungkinan membuat produk serupa.
Dia pun memposting foto jam kayu tersebut di jejaring sosialnya. Selain mengenalkan produk tersebut, sekaligus memberikan tantangan kepada teman dalam jejaring sosial Twitter, kemungkinan membuat produk serupa. “Jam kayu kualitas bagus, saya pakai kemana-mana, banyak perhatian. Saya tweet, di Hawai orang bikin jam kayu, saya challange siapa yang mau bikin,” kata Dino, di Kantor BKPM, Jakarta.
Dino membandingkan jika kayu Indonesia hanya dibuat sebagai meja memberikan keuntungan lebih sedikit ketimbang diproduksi menjadi sebuah jam. “Kalau satu meja Rp 5 juta kalau dibikin jam jadi 200 jam, satu US$ 200. Power sosial media luar biasa, kita lihat peluang, aset banyak, kapasitas banyak,” ungkap dia. Seorang pengusaha menerima tantangan Dino, yaitu Lucky D Aria. Lucky mengubah potongan kayu menjadi jam bermesin Minnolta yang berasal dari Jepang.
Untuk tetap memberikan esensi dan DNA khas Indonesia ke dalam produk ini, Matoa memiliki tujuh model jam tangan dengan nama-nama yang tentu saja mengedepankan keunikan Tanah Air seperti, Flores, Sumba, Gili, Rote, Mayo dan Jalak. Matoa selalu berusaha mengedepankan garis desain yang simpel sehingga pas dikenakan oleh kaum pria dan wanita.
Jam tangan yang dibuat melalui proses yang tak mudah ini, dengan teknik khusus serta pewarnaan yang khas, membuat jam tangan Matoa dibanderol dengan harga mulai dari Rp 890 ribu hingga Rp 1,4 jutaan.
Penasaran dengan koleksi lainnya? Anda bisa mengunjungi website mereka di www.matoa-indonesia.com.